Lebak- Perkumpulan Maha Bidik Indonesia secara resmi telah mengajukan Hak Uji Materiil (HUM) ke Mahkamah Agung RI atas ketentuan pasal 12 ayat (2)
Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 tentang penerimaan peserta didik baru (PPDB) pada Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan.
![]()
Dikatakan Moch Ojat Sudrajat S, Minggu (25/7/2021), bahwa sebagaimana diketahui pada PPDB Tahun 2021 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Rl menggunakan ketentuan Pasal 12 ayat (2) sebagai dasar untuk menerima Siswa Baru dengan ketentuan menggunakan jalur pendaftaran PPDB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. zonasi;
b. afirmasi;
c. perpindahan tugas orang tua/wali; dan/atau
d. prestasi.
Bahwa pelaksanaan PPDB sebagaimana ketentuan pada Pasal 12 ayat (2) Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 tersebut diduga bertentangan dengan ketentuan Pasal 69, Pasal 74 dan Pasal 82 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Adapun bunyi ketentuan dari Pasal 69, Pasal 74 dan Pasal 82 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan adalah sbb :
Pasal 69.
(1) Peserta didik pada SD/MI atau bentuk lain yang sederajat paling rendah berusia 6 (enam) tahun.
(2) Pengecualian terhadap ketentuan pada ayat (1) dapat dilakukan atas dasar rekomendasi tertulis dari psikolog profesional.
(3) Dalam hal tidak ada psikolog profesional, rekomendasi dapat dilakukan oleh dewan guru satuan pendidikan yang bersangkutan, sampai dengan batas daya tampungnya.
(4) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat wajib menerima warga negara berusia 7 (tujuh) tahun sampai dengan 12 (dua belas) tahun sebagai peserta didik sampai dengan batas daya tampungnya.
(5) Penerimaan peserta didik kelas 1 (satu) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat tidak didasarkan pada hasil tes kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, atau bentuk tes lain.
(6) SD/MI atau bentuk lain yang sederajat wajib menyediakan akses bagi peserta didik berkelainan.;
Sedangkan selengkapnya bunyi Pasal 74 adalah sebagai berikut :
(1) Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan dasar dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel.
(2) Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan dasar dilakukan tanpa diskriminasi kecuali bagi satuan pendidikan yang secara khusus dirancang untuk melayani peserta didik dari kelompok gender atau agama tertentu.
(3) Keputusan penerimaan calon peserta didik menjadi peserta didik dilakukan secara mandiri oleh rapat dewan guru yang dipimpin oleh kepala satuan pendidikan.
(4) Seleksi penerimaan peserta didik baru di kelas 7 (tujuh) pada satuan pendidikan dasar setingkat SMP didasarkan pada hasil ujian akhir sekolah berstandar nasional, kecuali bagi peserta didik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dan ayat (6).
(5) Di samping memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), satuan pendidikan dapat melakukan tes bakat skolastik untuk seleksi penerimaan peserta didik baru di kelas 7 (tujuh).
Sedangkan selengkapnya bunyi Pasal 82 adalah sebagai berikut :
(1) Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan menengah dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel.
(2) Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan menengah dilakukan tanpa diskriminasi kecuali bagi satuan pendidikan yang secara khusus dirancang untuk melayani peserta didik dari kelompok gender atau agama tertentu.
(3) Keputusan penerimaan calon peserta didik menjadi peserta didik dilakukan secara mandiri oleh rapat dewan guru yang dipimpin oleh kepala satuan pendidikan.
(4) Seleksi penerimaan peserta didik baru di kelas 10 (sepuluh) pada satuan pendidikan menengah didasarkan pada hasil Ujian Nasional, kecuali bagi peserta didik sebagaimana dimaksud pada Pasal 81 ayat (2), ayat (4), dan ayat (5).
(5) Selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), satuan pendidikan dapat melakukan tes bakat skolastik untuk seleksi penerimaan peserta didik baru di kelas 10 (sepuluh).
(6) Penerimaan peserta didik baru dapat dilaksanakan pada setiap semester bagi satuan pendidikan yang menyelenggarakan sistem kredit semester.
Khususnya untuk SMP Negeri atau bentuk lain yang sederajat serta SMA Negeri atau bentuk lain yang sederajat maka ketentuan yang mengatur tentang PPDB adalah pada hasil Ujian Nasional (UN).
Bahwa Perkumpulan Maha Bidik Indonesia memiliki lagal standing berdasarkan ketentuan Pasal 8 Pasal 8 Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan :
“Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi program pendidikan.
Dan berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 27 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dimaksud dengan “Masyarakat” adalah :
“Masyarakat adalah kelompok Warga Negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan”
Bahwa Perkumpulan Maha Bidik Indonesia memandang perlu untuk melakukan Uji Materiil (UM) terkait PPDB ini, karena setiap tahunnya hampir selalu menimbulkan kegaduhan, hal ini karena “belum meratanya Kualitas dan Kuantitas Sarana dan Prasarana-nya sekolah dan belum meratanya mutu tenaga pengajar.” bebernya.
Lebih lanjut Ojat menjelaskan. Bahwa KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) dari link berita
https://www.beritasatu.com/nasional/662605/kisruh-ppdb-kpai-desak-pemerintah-evaluasi-sistem-zonasi, bahwa selama pemerataan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana sekolah serta tenaga pengajar, belum dapat diwujudkan, maka tujuan system zonasi untuk menciptakan pemerataan pendidikan Mustahil tercapai, tandasnya.
Bahwa Perkumpulan Maha Bidik Indonesia, juga lebih melihat pada cara pembentukan Permendikbud No 1 Tahun 2021 yang secara materiil bertentangan dengan PP 17 Tahun 2010 dan UU 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 12 ayat 2 dari Permendikbud No 1 Tahun 2021 seharusnya bersesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan-nya, yang merupakan salah satu asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yakni Pasal 5 huruf ( c ) Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang telah diubah dengan Undang-Undang 15 tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.
Bahwa pada penjelasan Pasal 5 huruf ( c ) Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan yang telah diubah dengan Undang-Undang 15 tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, berbunyi :
“Yang dimaksud dengan “asas kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan” adalah bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan
jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan”.
Bahwa Ketentuan Pasal 12 ayat 2 Permendikbud No 1 Tahun 2021 sudah seharusnya tidak bertentangan baik secara jenis, hierarki maupun materi muatannya dengan peraturan diatasnya.
Secara hierarki, kedudukan Permendikbud No 1 Tahun 2021 berada dibawah Peraturan Pemerintah (PP), maka dengan demikian kekuatan hukum
Permendikbud No 1 Tahun 2021 berada di bawah Peraturan Pemerintah (PP).
Bahwa sebagaimana ketentuan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang telah diubah dengan Undang-Undang 15 tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan maka pembentukan Permendikbud No 1 Tahun 2021 termasuk materi pasal-pasalnya tidak boleh bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan yang secara hierarki mempunyai kekuatan hukun lebih tinggi dari
Permendikbud No 1 Tahun 2021 itu sendiri yang salah satunya Peraturan Pemerintah (PP), dan hal sesuai dengan ketentuan pada penjelasan pasal 7 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan yang telah diubah dengan Undang-Undang 15 tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan, yang berbunyi :
“Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “hierarki” adalah penjenjangan setiap jenis peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa
Oeraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.”
Bahwa diduga dalam membentuk Permendikbud Nomor 1 tahun 2021 sebagai suatu peraturan perundang-undangan tidak berdasarkan pada asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, sebagaimana diamanahkan
pada ketentuan pasal 5 Undang – Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan lerundang-undangan yang telah diubah dengan Undang – Undang 15 tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan maka sudah sepatutnya menurut hukum obyek permohonan keberatan tersebut dibatalkan/dicabut.
Bahwa ketentuan pasal 12 ayat 2 Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 yang materinya tidak bersesuaian dan bertentangan dengan aturan pada Pasal 69, pasal 74 dan pasal 82 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan dan berdasarkan penjelasan pasal 7 ayat 2 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan oeraturan oerundang-undangan yang telah diubah dengan Undang – Undang 15 Tahun 2019 tentang oerubahan atas Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan berbunyi :
“Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “hierarki” adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa
peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.”
Maka dengan demikian pembentukan obyek permohonan keberatan a quo secara prosudural tidak sesuai dengan asas sebagaimana ditentukan Undang – Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan yang telah diubah dengan Undang-Undang No 15 Tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan leraturan perundang-undangan, maka sudah sepatutnya menurut hukum obyek permohonan keberatan tersebut dibatalkan/dicabut.
Bahwa terlepas dari pernah dilakukannya uji materiil (UM) yang dilakukan oleh Sdr.S pada Tahun 2019 kalau tidak salah dan sudah ada putusannya dari MA RI dengan nomor 41 P/HUM/2019, akan tetapi tekhnik gugatan yang kami lakukan berbeda dengan yang dilakukan oleh Sdr. S tersebut yang merupakan warga dari Jawa Timur, pungkas Moch Ojat Sudrajat S. (adm)



